Selama tujuh tahun sayah tinggal bersama orang-orang yang sangat menghayati pengalaman sehari-hari masing-masing. Ini adalah orang-orang yang sepanjang hidupnya sangat dekat dengan sejarah, sains, agama (bukan berarti religius, malah tidak ada dari kami yang religius), dan seni. Selama tujuh tahun sayah tinggal bersama sekumpulan orang yang sepakat bahwa life’s every little detail is beautiful and we sweat them all.
Karena serumah, hampir semua yang kami lakukan, kami lakukan bersama. Satu film kami tonton bersama berulang-ulang: American Beauty (1999). Tinggal bersama selama (waktu itu) empat tahun dengan hampir tiap malam mendefinisikan beauty, American Beauty tidak lagi film buat kami, melainkan anggota baru di rumah. Inilah punchline dari film tersebut:
Karena serumah, hampir semua yang kami lakukan, kami lakukan bersama. Satu film kami tonton bersama berulang-ulang: American Beauty (1999). Tinggal bersama selama (waktu itu) empat tahun dengan hampir tiap malam mendefinisikan beauty, American Beauty tidak lagi film buat kami, melainkan anggota baru di rumah. Inilah punchline dari film tersebut:
Sometimes there's so much beauty in the world I feel like I can't take it...
and my heart is going to cave in.
(Ricky Fitts )
(Ricky Fitts )
Walau gagal mendapatkan definisi bersama, definisi kami masing-masing tetap terpoles jauh lebih rapi. Sebetulnya tidak satu pun dari kami berhasil, tapi paling tidak kami lebih jelas mendefinisikan objek-objek yang potensial kami hargai indah. Secara keseluruhan, diskusi kami membantu kami menjaga kontribusi subjektivitas (tapi tetap tidak bisa objektif —kan kami gagal membuat definisi objektf).
Here’s mine. Ada dua kelompok objek yang ternyata sayah hargai indah. Pertama, kelompok objek yang terkesan sangat sederhana, yang bahkan sayah bisa reproduksi, tapi terlewatkan: ya ampun, kok gueh nggak kepikiran itu ya? Kedua, kelompok objek yang terkesan dibuat melalui proses yang sangat kompleks yang sangat sulit yang hampir-hampir tidak bisa sayah bayangkan prosesnya. I prefer the first. Anything in between, biasanya sayah anggap sebagai karya yang belum matang.
Ketika seseorang yang naif dan lugu melukis ia menggunakan warna yang cenderung tidak berlebihan, menggubah lagu dengan aransemen dan jumlah instrumen yang cukup. Kelemahannya, ia melakukannya secara intuitif. Ia bahkan tidak sadar penuh betapa indah karyanya. Karya mereka biasanya masuk dalam kelompok objek pertama.
Ketika seseorang sedikit demi sedikit tahu pengetahuannya bertambah. Namun begitu, karena pemahamannya belum total elemen-elemen tambahan yang ada lepas dari kontrolnya. Konsekuensinya, keharmonisan karyanya terganggu: warna yang ia pilih tidak seimbang, terlalu banyak lapisan aransemen untuk mencapai wholeness, tapi malah belum merata. Ini tidak termasuk dalam kelompok satu maupun dua. Ini pandangan sayah terhadap hampir semua produk pop culture.
Suatu saat penghayatan seseorang yang demikian tingginya. Ia pada saat itu mengetahui (hampir) semuanya dan penuh kontrol. Pada saat itu karyanya terkesan sangat ‘penuh’ dan terkontrol. Ini adalah orang-orang dengan karya yang masuk kelompok objek kedua. Beberapa objek yang masuk kategory ini adalah: lukisan-lukisan MC Escher, lukisan Salvador Dali, Lagu-lagu Led Zeppelin, buku-buku Michael Crichton, The Matrix Series.
At the end of his/her journey, seseorang akan makin lancar dan mudah menggunakan pengetahuannya. Ia bisa melihat benang merah pengetahuannya hingga semua terlihat sederhana. Dan ia bisa menyampaikan ini secara sederhana pula pada orang lain. Pada saat itu, karyanya akan lagi-lagi terlihat sederhana. Sayah menangkap kesan rendah hati pada orang-orang ini. Karyanya akan masuk kelompok objek pertama lagi.
Untuk kelompok pertama, sayah pun tidak bisa membedakan antara yang naif dan rendah hati, tapi ini lah karya-karya mereka: self-portrait John Lennon, CD cover buatan Thane Kerner (termasuk semua CD cover Dave Matthews Band, kartun-kartun Paul Cooker, komik Calvin and Hobbes-nya Bill Watterson, film-film Pixar, Dead Poets Society, What a Wonderful World-nya Louis Armstrong, Signe-nya Eric Clapton, Bulan dan Bintang-nya Cozy Street Corner, buku-buku Nick Hornby. (seperti sayah bilang, I prefer the second)
…..
Kira-kira tiga bulan lalu, sayah menemukan ini:
Here’s mine. Ada dua kelompok objek yang ternyata sayah hargai indah. Pertama, kelompok objek yang terkesan sangat sederhana, yang bahkan sayah bisa reproduksi, tapi terlewatkan: ya ampun, kok gueh nggak kepikiran itu ya? Kedua, kelompok objek yang terkesan dibuat melalui proses yang sangat kompleks yang sangat sulit yang hampir-hampir tidak bisa sayah bayangkan prosesnya. I prefer the first. Anything in between, biasanya sayah anggap sebagai karya yang belum matang.
Ketika seseorang yang naif dan lugu melukis ia menggunakan warna yang cenderung tidak berlebihan, menggubah lagu dengan aransemen dan jumlah instrumen yang cukup. Kelemahannya, ia melakukannya secara intuitif. Ia bahkan tidak sadar penuh betapa indah karyanya. Karya mereka biasanya masuk dalam kelompok objek pertama.
Ketika seseorang sedikit demi sedikit tahu pengetahuannya bertambah. Namun begitu, karena pemahamannya belum total elemen-elemen tambahan yang ada lepas dari kontrolnya. Konsekuensinya, keharmonisan karyanya terganggu: warna yang ia pilih tidak seimbang, terlalu banyak lapisan aransemen untuk mencapai wholeness, tapi malah belum merata. Ini tidak termasuk dalam kelompok satu maupun dua. Ini pandangan sayah terhadap hampir semua produk pop culture.
Suatu saat penghayatan seseorang yang demikian tingginya. Ia pada saat itu mengetahui (hampir) semuanya dan penuh kontrol. Pada saat itu karyanya terkesan sangat ‘penuh’ dan terkontrol. Ini adalah orang-orang dengan karya yang masuk kelompok objek kedua. Beberapa objek yang masuk kategory ini adalah: lukisan-lukisan MC Escher, lukisan Salvador Dali, Lagu-lagu Led Zeppelin, buku-buku Michael Crichton, The Matrix Series.
At the end of his/her journey, seseorang akan makin lancar dan mudah menggunakan pengetahuannya. Ia bisa melihat benang merah pengetahuannya hingga semua terlihat sederhana. Dan ia bisa menyampaikan ini secara sederhana pula pada orang lain. Pada saat itu, karyanya akan lagi-lagi terlihat sederhana. Sayah menangkap kesan rendah hati pada orang-orang ini. Karyanya akan masuk kelompok objek pertama lagi.
Untuk kelompok pertama, sayah pun tidak bisa membedakan antara yang naif dan rendah hati, tapi ini lah karya-karya mereka: self-portrait John Lennon, CD cover buatan Thane Kerner (termasuk semua CD cover Dave Matthews Band, kartun-kartun Paul Cooker, komik Calvin and Hobbes-nya Bill Watterson, film-film Pixar, Dead Poets Society, What a Wonderful World-nya Louis Armstrong, Signe-nya Eric Clapton, Bulan dan Bintang-nya Cozy Street Corner, buku-buku Nick Hornby. (seperti sayah bilang, I prefer the second)
…..
Kira-kira tiga bulan lalu, sayah menemukan ini:
For I impair not beauty, being mute
(I remain silent so I won’t damage what’s already beautiful)
Shakespeare Sonets
Sonet 83 line 11
Waktu itu sayah tertawa lemas. Sesetuju-setujunya sayah, bila sayah mengulang tahun 1995, sayah akan purposefully bicarakan hal yang sama selama 4 tahun (mungkin lebih).
No comments:
Post a Comment