Saturday, October 30, 2004

If I Were To Be Superhero

Beberapa minggu yang lalu salah satu pertanyaan yang muncul di bulletin friendster adalah ‘kalau bisa jadi superhero, kamu pilih jadi siapa.’ Jawaban sayah adalah ‘nggak kepikiran.’ Tentu saja, buat control freak seperti sayah (hasil kuis proyeksi X-Men dan dewa Yunaninya adalah Professor X dan Zeus) jawaban ‘nggak kepikiran’ adalah bohong besar. Sayah malah sangat sangat sering memikirkan menjadi superhero. Selalu ada di kepala sayah untuk menaklukkan dunia.

Suatu hari sayah datang ke sebuah pesta untuk satu tujuan, dan satu tujuan saja: makan. Sesampai di sana, sayah stress karena terlalu banyak pilihan makanan. Akhirnya sayah tidak makan sama sekali. Sayah hanya minum. Dari semua minuman yang ada, pilihan sayah adalah coca cola. Minuman yang sebetulnya tidak perlu sampai ke pesta untuk sayah minum. Terlalu banyak pilihan. Ini yang sebetulnya terpikir sayah ketika ditanya ‘mau jadi superhero apa.’ Pilihan superhero sayah selalu berubah-ubah sejak saya SD ke SMP ke SMA. Sejak SMA pilihan superhero sayah tidak pernah bertambah, tapi masih konflik antara pilihan yang yang lama.

Superhero pertama sayah, seperti layaknya anak-anak lain, adalah Superman. Ketika kamu masih kecil —maaf, maksud sayah kecil sekali— tidak ada yang kamu impikan selain menjadi besar, kuat. Waktu SD itu lah sayah: kecil (pun sekarang. Damn!). Jangankan bully, yang bukan bully pun dengan sangat mudah menghabisi sayah. Di antara bully yang ada, di angkatan sayah, bully yang paling mengerikan adalah Darul. Tiap pulang sekolah Darul selalu punya alasan mengancam sayah. Selama kelas 1 sampai 3 sayah pikir Darul adalah mimpi buruk sayah, ternyata sayah salah. Kelas 4, seorang bernama Dendi tinggal kelas. Mengerikannya, Dendi adalah bully paling ditakuti di kelas 4 (waktu sayah kelas 3). Great, sekarang dia sekelas dengan sayah….dan Darul! Inilah puncak kengerian hari-hari sayah di SD. Dendi dan Darul join forces menjadi kesatuan yang paling ditakuti satu sekolah dan korban terempuknya adalah….sayah. Hari-hari kelas 4 sampai lulus kelas 6 sayah harus lewati dengan penuh ketakutan. Buat orang seperti sayah, menjadi Superman menyelesaikan semua masalah sayah. Tidak peduli Lex Luthor, General Zoth, Brainiac, Mr. Mxyzptlk, Metallo bergabung, sayah yakin Superman menang. Apalagi kalau cuma Darul dan Dendi. Sayah cuma perlu itu, sayah tidak butuh Lana maupun Lois-nya (kalau itu datang sepaket, apa boleh buat).

Ketika SMP, sayah menemukan kelemahan Superman. Superman bukan orang pintar, malah bodoh. Bahkan di komik-komiknya yang menjadi otak justru Lex Luthor. Bahkan Lois Lane jauh punya otak dibanding Clark Kent. Clark punya kecenderungan gegabah mengambil keputusan. Selalu menjadi sasaran empuk tipuan Lex Luthor. Pilihan sayah berubah dan jatuh ke Batman. Bruce, beda dengan Clark Kent, adalah manusia, bukan alien dengan kekuatan super. Kelebihan Bruce adalah amazingly pintar. Yang mendorong Bruce sampai akhirnya menjadi Batman adalah dendam (orang tuanya terbunuh tragis). Ia membaca banyak buku, ia berlatih fisik intensif. Ia mengambil alih Wayne Corp. Sangat memalukan bahwa ketika SMP sayah mengindentifikasi diri sayah dengan Bruce. Sayah punya dendam besar terhadap bully dan sayah gila baca dan olah raga (walau cuma jogging Hahaha). Batman begitu menginspirasi sayah, sampai-sampai sayah sejak itu sayah begitu mencintai warna hitam. Sayah rasa teman-teman sayah tahu bahwa ketika SMP baju sayah kalau tidak hitam, ya putih. Hitam adalah Batman, dan putih adalah Bruce. Betapa memalukannya sayah waktu itu.

Ketika SMA sayah menemukan bahwa Batman terlalu mengerikan. Mungkin sayah punya dendam, tapi itu tidak berarti bahwa sayah adalah pendendam. Sayah tidak meninggalkan pakaian hitam, tapi sayah bukan lagi Batman. Sayah temukan tokoh baru. Tokoh yang sama-sama mengalami konflik identitas, tidak punya teman, kutu buku, selalu diomeli guru karena selalu dianggap salah (hanya karena berbeda), punya selera humor sarkastik. Tokoh yang sama-sama miserable: Peter Parker-Spiderman. Sayah bahkan mencatat semua sarcasm yang pernah keluar dari mulut Peter Parker dari komik-komik yang sayah punya. Tulisan-tulisan tersebut masih tersimpan baik di lemari sayah.

Ini adalah superhero sayah yang paling lama menetap di kepala sayah. Ketika kuliah, hampir semua buku catatan sayah bercoret-coret spidey. Suatu hari sayah, Luyut, dan Ceti berjalan-jalan ke Plaza Senayan dan menemukan kostum Spiderman untuk anak 10 tahun di-discount 50% di sebuah toko mainan. Sayah menatap benda itu sangat lama, ragu untuk membeli karena malu. Dua orang yang menemani sayah itu sangat tidak supportif. Cekikik mereka membuat semua store attendant itu mengerti konflik sayah. Salah satu bahkan mendekat sayah dan berkata, ‘di sana ada ruang pas lho pak.’ Karena sudah kepalang basah, sayah pun membelinya.

Suatu hari di ponti, sayah kehabisan baju. Yang tersisa adalah kostum Spiderman tersebut. Karena sudah malam, lapar, dan tak satu pun teman sayah pulang (kami belum punya hp), akhirnya sayah keluar makan malam: dengan kostum tersebut. Ketika makan, sayah mendengar suara tawa kecil di belakang sayah. sayah tahu benar bahwa suara tawa itu buat sayah. Akhirnya karena tidak tahan, sayah menoleh dan bekata ,’Iya. Sayah baru selesai membasmi kejahatan.’ Kemudian sayah kembali makan. Sudah terlambat bagi sayah waktu itu untuk malu.

Ketika pertama kali putus, orang yang pertama kali sayah temui adalah Ceti. Sayah tahu bahwa di depan Ceti sayah akan melakukan hal-hal yang memalukan. Untuk meminimalisasi rasa malu tersebut, sayah mengacak-acak semua pasar yang ada di Jakarta untuk menemukan satu benda: topeng plastik Spiderman. Sayah hanya berani bertemu Ceti dengan topeng tersebut. Sayah tidak dapat temukan di mana pun. Akhirnya sayah ke rumah Ceti tanpa benda tersebut. Setelah sayah ceritakan tentang usaha hunting sayah, yang sayah dapatkan bukan teman yang empatik, tapi sebaliknya. Ceti menertawakan sayah selama kira-kira lima menit. Itu ia lakukan ketika sayah sedang menangis. Some friend :-)

Ikatan sayah dengan Spiderman begitu kuat sehingga ketika ada rumor bahwa filmnya akan dibuat, sayah mungkin satu-satunya orang di Jakarta yang mengungkapkan kegembiraan dengan berlari keliling lapangan parkir kampus. Mungkin sayah adalah satu-satunya orang yang saking senangnya memeluk satu kantin ketika tahu bahwa sutradara terpilih adalah James Cameron. Mungkin sayah adalah orang yang berduka ketika tahu bahwa Cameron meninggalkan proyek Spiderman demi Titanic. Mungkin sayah adalah satu-sataunya orang yang stress karena proyek Spiderman akhirnya jatuh ke tangan Sam Raimi. Hah! Sutradara Xena? Bisa apa? Dan ternyata benar. Walaupun staf Visual FX-nya bekerja cemerlang, cerita film tersebut sangat memalukan. Juga sekuelnya. Sayah bahkan masih jauh lebih mendukung Will Smith ketika dipilih James Cameron sebagai spidey ketimbang Tobey Maguire oleh Sam Raimi. Spidey di tangan Raimi kehilangan sense of sarcastically-funny-nya.

Begitu lama dan dekatnya sayah dengan bayangan Spiderman, tapi pilihan superhero sayah sekarang jatuh pada salah satu anggota X-Men: Gambit! Untuk satu alasan saja: Gambit adalah pendiam. Sifat yang selalu sayah ingin punya, dan gagal. Gambit bukan super superhero, dan sayah rasa justru ini lah bagian paling appealing. Ia bukan Wolverine atau Cyclops, apalagi Superman-Batman-Spiderman. Ia tidak dikenal. Justru ini lah pilihan sayah sekarang.

Ini lah kenapa sayah tidak menjawab pertanyaan bulletin tersebut. Sayah tidak tahu bagaimana memberikan jawaban yang hanya sebaris.

PS: terakhir sayah dengar, Darul sekarang menjadi ustad. Sayah tahu dari Brian (juga teman SD sayah)

2 comments:

Anonymous said...

Tulisan adih mengingatkan (mungkin lebih tepat: merefleksikan) saya tentang superhero yang saya ingin menjadi.

Ketika adih dan anak2 seusianya ingin jadi Superman, atau Gundala, atau Fantastic Four, atau yang lainnya, saya ingin yang berbeda. Berbeda karena superhero saya harus bisa mengalahkan semua superhero lain.

Saya ingin menjadi tuhan.

Tentu keinginan ini bukan karena saya religius, apalagi di usia 5 tahun. Tapi, itulah, saya ingin menjadi superhero yang paling berkuasa, kuat dan bisa mengalahkan semuanya.

Tidak religius. Tetapi paling tidak, ketika itu, saya percaya ada superhero yang menciptakan semua superhero lain dan karenanya berkuasa atas mereka.

Lagian, bukannya superhero ada dan populer karena ia akan selalu menolong orang yang terancam?

Jangan2, begitulah konsep tuhan.

raym90

Anonymous said...

cm pgn bilang, klo dulu atom/astro boy pernah jadi superhero g.