November selalu bertepatan dengan sayah putus (Itu bukan rencana. Itu nasib. Cukup! Bukan itu pula yang akan jadi topik pembicaraan). Pada saat itulah teman-teman seseorang diuji (hahaha, tapi sayah ternyata serius!). Pontiers aced it, always. Sehingga November, sayah selalu ingat Ponti (bukan putus!).
Dahulu, setiap awal bulan, biasanya kami belanja bulanan layaknya ibu-ibu rumah tangga. Seperti layaknya ibu-ibu pula kami pergi dengan daftar belanjaan supaya di supermarket tidak lupa daratan. Setelah semua daftar belanjaan terpenuhi, selalu setiap bulan, kami menuruti saran Ivan untuk menyisir tiap koridor supermarket untuk meyakinkan bahwa semua yang kami butuhkan sudah ada di keranjang. Di sini lah darah bapak-bapak kami biasanya muncul. Karena menuruti saran Ivan, belanja bulanan yang tadinya direncanakan tidak lebih dari Rp. 50.000,00 meledak menjadi paling tidak Rp. 300.000,00. Barang-barang yang tadinya tidak ada di daftar tiba-tiba ada di keranjang, mulai dari berbagai rasa biskuit, minuman bersoda, bumbu-bumbu masak yang akhirnya toh baru dipakai bulan berikutnya, dan alat-alat masak.
Tahun 1998 tiap Kamis malam, setiap anak Ponti hadir untuk acara nonton bersama film keluarga di televisi: Charmed. Filmnya tidak terlau menghibur, tapi komentar-komentar Indra iya. Tahun 2000 hari keluarga pindah ke Minggu sore: Smallville dan Gilmore Girls. Biasanya agak terjadi sedikit perkelahian antara sayah dan semua orang karena salah satu acara tersebut bertabrakan dengan siaran langsung salah satu turnamen ternama sepak bola. Tentu saja saya mengalah, artinya sayah memang kalah.
Aktivitas weekend biasanya baru kami mulai Sabtu jam 19.00 (jadwal warga serumah baru rela bangun). Makan malam biasanya dilaksanakan di Ayam Bakar Christina. Seperti layaknya makan malam keluarga, makan malam ini biasanya diiringi obrolan catching-up tiap anggota keluarga: sudah sampai mana miserable karena putus yang terakhir, sudah ada gebetan baru atau belum, film apa yang akan kita tonton nanti malam, siapa yang akan mengemudi pulang, dan tentunya yang paling penting: siapa yang bayar makan malam tersebut.
Sakit —setidakenak-tidakenaknya— adalah saat yang cukup menyenangkan di Ponti. Pesakit biasanya dapat kehormatan dimanjakan. Tergeletak tertidur seharian diselimuti teman sendiri di rumah biasanya diakhiri bangun dengan sup jagung terhidang di dapur (bisa dari Peach, bisa dari KFC, jangan harap ada yang masak). Lengkap dengan absen kuliah sudah di-cover.
Tiap orang punya tanggung jawabnya masing-masing. Aleg bertanggung jawab sebagai mama. Beliau lah yang bertugas menghardik semua orang karena rumah berantakan (padahal kamarnya lebih berantakan). Indra bertanggung jawab untuk memperbaiki semua barang rusak, mulai dari keran sampai komputer (biasanya semua jenis kerusakan ia selesaikan dengan tendangan). Sayah biasanya bertugas sebagai pengurus hiburan, mulai dari menyiapkan playlist mp3 di pagi hari sampai pilihan-pilihan film untuk ditonton bersama di weekend. Aten adalah kepala lembaga persediaan bacaan. Dia lah yang hampir tiap minggu menambah koleksi bacaan kami untuk kebutuhan sekedar baca sampai penyelesaian tulisan, baik makalah maupun skripsi. Adoy biasanya bertanggung jawab melontarkan pertanyaan tidak penting, seperti warna hijau atau biru kah telur asin, yang akhirnya selalu melahirkan perdebatan keras di mana Adoy, si penanya, memutuskan untuk tidak terlibat. Brian biasanya menghibur tiap orang dengan kemampuannya meniru suara-suara, seperti menipu Indra, yang sedang chatting, dengan suara incoming message-nya ICQ.
Membersihkan Ponti adalah kegiatan paling frustatif, menantang, mengerikan, dan menyenangkan pada saat yang bersamaan. Biasanya, kegiatan ini dimulai dari pagi hari (‘Pagi’ anak Ponti sama dengan ‘dekat’ bagi orang kampung) sampai malam hari. Semua perabotan dikeluarkan total, lantai digosok dan pel, merokok sambil menunggu lantai kering, terakhir memasukkan kembali barang. Biasanya setelah itu kami punya tata letak yang baru. Sial lah mereka yang tidak ikut bekerja karena setelah itu mereka tidak lagi bisa menemukan barang mereka masing-masing.
Dari semua di atas, dan yang belum ada di atas, yang paling sayah rindukan adalah ngobrol malam (atau pagi?). Biasanya malam hari kami berkumpul di bale-bale. Berbaring, salah satu kami biasanya muncul dengan satu pertanyaan. Sisanya menjawab. Karena jawaban tiap orang berbeda, jadilah diskusi (ini adalah diksi lebih halus dari kata berkelahi mulut). Biasanya, seseorang akan duluan bangun. Bukan untuk selesai, tapi untuk membuat kopi bagi semua orang sehingga mau tidak mau diskusi tersebut berlanjut hingga pagi (dan bolos kuliah karena terlalu mengantuk). Sialnya ini terjadi hampir tiap hari.
Satu demi satu kami terpaksa meninggalkan Ponti, mulai karena bekerja tidak di Depok sampai karena tidak sanggup patungan. Sekarang, resminya tinggal Aten dan koleksi buku dan DVD-nya. Kami masih sering datang ke Ponti. Ponti tetap rumah kami, walaupun tidak diakui Aten. Senang rasanya tahu bahwa kami tiap saat bisa ke Depok dan masih punya rumah, walaupun tidak diakui Aten. Senang rasanya bahwa tiap pulang, kami masih bisa berdiskusi dan omsisi lagi (omong sia-sia), walaupun tidak diakui Aten.
Sekarang sayah baru ingat, akhir tahun ini kontrak Ponti selesai. Tidak akan ada Ponti lagi.
Friday, October 29, 2004
Ingat Ponti
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Love comes and goes, but friendship stays, right? ;)
Post a Comment